Kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa

Baca Juga

Demak
masjid agung Demak
Perkembangan islam di pulau Jawa ini, dimulai dari melemahnya posisi raja Majapahit. Hal ini memberi peluang kepada penguasa-penguasa Islam di pesisir untuk membangun kekuasaan yang independen. Berikut ini kerajaan-kerajaan islam di pulau Jawa.

  • Demak
Kerajaan islam pertama yang berdiri di pulau Jawa ialah kerajaan Demak. Di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta Wali Songo bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama kerajaan Demak. 

Raja pertama ini bergelar Senopati Jimbun Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.

Dalam menjalankan pemerintahanya, terutama dalam persoalan agama, Raden Patah ini dibantu oleh Wali Songo. Sebelumnya, Demak yang masih bernama Bintoro, merupakan daerah Majapahit. Kemudian, diberikan oleh raja Majapahit kepada Raden Patah. Yang lambat laun, akhirnya menjadi pusat perkembangan agama islam.

Pemerintahan Raden Patah berlangsung kira-kira di akhir abad ke-15 hingga awal abad 16. Dikatakan, ia adalah seorang anak raja Majapahit dari seorang ibu muslim keturunan Campa. Ia, kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama Sambrang Lor, dan juga dikenal dengan nama Pati Unus.

Menurut sejumlah ilmuwan, Pati Unus waktu pertama dilantik masih berumur 17 tahun. Tidak lama setelah naik tahta, kemudian ia merencanakan penyerangan kepada Malaka. Akan tetapi, pada tahun 1512-1513, tentaranya mengalami kekalahan besar.

Pati Unus, kemudian digantikan oleh Trenggono yang dilantik langsung oleh Sunan Gunung Jati dan diberi gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia memerintah selama 1524-1546. Pada masa inilah perkembangan islam sangat cepat dan meluas ke seluruh tanah Jawa, bahkan sampai ke Kalimantan Selatan.

Kala itu, Demak berhasil menguasai Tuban tahun 1527. Selanjutnya paa tahun 1529 Demak menundukkan Madiun, Blora (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), dan antara tahun 1541-1542 Lamongan, Blitar, Wirasaba, dan Kediri (1544). Palembang dan Banjarmasin juga ikut ditaklukkan.

Selanjutnya, daerah Jawa Tengah sekitar gunung Merapi juga berhasil dikuasai berkat pemuka agama bernama Syekh Siti Jenar dan Sunan Tembayat. 

Dalam penyerbuan ke Blambangan Sultan Trenggono terbunuh kemudian dugantikan Prawoto. Akan tetapi kekuasaanya tidak lama karena terjadi pemberontakan di dalam kerajaan. Prawoto dibunuh oleh Aria Penangsang penguasa daerah Pajang. Dengan demikian kekuasaan kerajaan Demak berakhir dan dilanjutkan oleh Jaka Tingkir penguasa kerajaan Pajang yang berhasil mengalahkan Aria Penangsang.

  • Pajang
Kasultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang pewaris kerajaan Islam Demak. Kasultanan ini terletak di daerah Kartasura. Usia kasultanan ini tidak berlangsung lama.

Sultan pertama yang memimpin kerajaan ini ialah Jaka Tingkir. Beliau diangkat oleh sultan Trenggono setelah sebelumnya dikawinkan dengan putrinya.

Setelah menjadi raja, Jaka Tingkir bergelar Sultan Adiwijaya. Lalu titik pusat pemerintahan Demak olehnya, di pindah ke Pajang.

Selama masa pemerintahan Sultan Adiwijaya, kasusastran dan kesenian keraton yang sudah maju di Demak memang dikenal oleh masyarakat pedalaman di pulau Jawa. Pengaruh agama Islam juga mulai menjalar dan tersebar ke seluruh pedalaman.

Sultan Pajang meninggal dunia tahun 1587 dan digantikan oleh menantunya Aria Pangiri anak susuhunan Prawoto penguasa kerajaan Demak. Waktu itu Aria Pangiri menjadi penguasa kerajaan Demak setelah sebelumnya menetap di Pajang. Oleh karenanya, kerajaan Pajang kemudian diberikan kepada anak sultan Adiwijaya yaitu Pangeran Banawa.

Karena pangeran Demak masih muda dan tidak puas, maka ia meminta kepada penguasa kerajaan Mataram untuk mengusir raja Pajang yang baru. Pada tahun 1588 akhirnya usaha itu berhasil.

Sebagai gantinya, Pajang diberikan kepada pihak Mataram. Pada tahun 1618 Pajang memberontak kepada Mataram yang ketika iti di bawah pimpinan Sultan Agung. Akhirnya Pajang dihancurkan dan rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya.


  • Mataram
Mataram Jogja
Jogjakarta atau Mataram
Awal dari kerajaan Mataram ialah ketika Sultan Adiwijaya atau Jaka Tingkir meminta bantuan kepada Ki Pamanahan untuk menghadapi dan menumpas kekuasaan Aria Penangsang penguasa Demak.

Sebagai hadiahnya, akhirnya Ki Pamanahan diberi hadiah daerah Mataram. Lalu akhirnya Ki Gede Pamanahan yang menurunkan raja-raja Mataram Islam kemudian.

Pada tahun 1577 M ia menempati kursi kekuasaannya. Barulah pada tahun 1584 ia digantikan oleh anaknya Banawa yang berhasilkan mengalahkan kerajaam Pajang atas permintaan raja Demak waktu itu.

Sebagai hadiahnya, sebenarnya Banawa telah diberi kekuasaan atas Pajang, akan tetapi ia tidak mau dan hanya membawa pusaka Gong Kiai Sekar Delima, Kendali Ki Macan Guguh, dan Pelana Kiai Jatayu. Namun, penyerahan benda pusaka pada adat Jawa Timur sama saja penyerahan kekuasaan.

Banawa kemudian berkeinginan menguasai juga daerah jajahan Pajang. Tetapi, ia tidak mendapat pengakuan atas raja-raja di Jawa Timur atas penguasa pengganti kerajaan Demak. Melalui peperangan berat, barulah ia berhasil menguasai sebagian. 

Pada tahun 1601 Banawa meninggal dunia, dan kekuasaan diberikan kepada anaknya M. Seda Ing Krapyak. Ia memerintah hingga tahun 1613. Kemudian digantikan lagi oleh Sultan Agung. Pada tahun 1619 seluruh daerah Jawa Timur praktis dibawah kekuasaanya.

Masa pemerintahan Sultan Agung ini juga awal mula terjadi kontak senjata dengan VOC. Pada tahun 1630 Sultan Agung menetapkan Amangkurat I sebagai putra mahkota. Dan pada tahun 1646 Sultan Agung wafat lalu di makamkan di Imogiri. 

Masa pemerintahan Amangkurat I ini tidak pernah reda konflik. Dalam setiap konflik yang terjadi, pasti mereka didukung oleh para Ulama. Akibatnya Amangkurat I membunuh banyak para Ulama yang ia curigai.

Tindakan pertamanya ialah menumpas pendukung Pangeran Alit. Ia yakin Ulama dan Santri adalah bahaya bagi takhtanya. Sekitar 5000-6000 ulama beserta keluarganya dibunuh kala itu (1647 M).

Pada tahun 1677 M dan 1687 M pemberontakan para Ulama muncul dengan tokoh Raden Kajoran. Pemberontakan itulah yang menyebabkan kerajaan Mataram hancur.

  • Cirebon
Sultan pertama kerajaan Cirebon adalah Sunan Gunung Jati. Di awal abad ke-16, Cirebon masih merupakan daerah kekuasaan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan seorang labuhan di sana bernama Walangsungsang.

Walangsungsang merupakan seorang tokoh yang masih mempunyai hubungan darah dengan raja Pajajaran. Ketika berhasil memajukan Cirebon, ia sudah menganut agama islam.

Akan tetapi, orang yang berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kerajaan adalah Syarif Hidayatullah dan bergelar Sunan Gunung Jati yang kala itu resmi sebagai pengganti dari Walangsungsang dan masih merupakan keponakan dari pangeran Walangsungsang.

Sunan Gunung Jati juga merupakan pendiri dunasti raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten.

Sebagai keponakan dari pangeran Walangsungsang, Sunan Gunung Jati juga mempunyai hubungan darah dengan raja Pajajaran yaitu Prabu Siliwangi. Siliwangi ini menikah dengan Nyai Subanglarang dan mempunyai tiga putra yakni Raden Walangsungsang, Nyai Lara Santang dan Raja Sengara. Sunan Gunung Jati ini ialah pura dari Nyai Lara Santang dan Maulana Sultan Mahmud alias Syarif Abdullah dari Bani Hasyim ketika Lara Santang naik haji.

Karena kedudukanya sebagai Wali Songo, Sunan Gunung Jati di hormati oleh raja-raja lain seperti Demak dan Pajang. Sunan Gunung Jati ini lahir 1448 M dan wafat 1568 M dalam usia 120 tahun.

Dasar pengembangan islam dan perdagangan kaum muslimin di Banten diletakkan di Cirebon oleh Sunan Gunung Jati. Dan daerah kekuasaan Banten diberikan kepada anaknya Sultan Hasanuddin. Sultan inilah yang menurunkan raja-raja Banten. Ditangan kerajaan Banten juga Pajajaran berhasil dikalahkan.

Setelah Sunan Gunung Jati wafat ia digantikan oleh cicitnya yang terkenal dengan Pangeran Ratu. Beliau wafat pada tahun 1650 M dan digantikan oleh putranya yang bergelar panembahan Girilaya.


  • Banten
pelabuhan Banten
Pelabuhan Banten
Sejak sebelum zaman islam, dan dibaah kekuasaan raja Pajajaran atau mungkin sebelumnya, Banten sudah menjadi kota yang berarti. Karena, Sunan Gunung Jati telah meletakkan dasar pengembangan islam di daerah ini dengan pengembangan perdagangan lewat pelabuhan di ujung barat pantai Jawa.

Untuk menyebarkan islam di Jawa Barat, langkah Sunan Gunung Jati ialah menduduki pelabuhan Sunda tahun 1527. Ia memperluas kekuasaanya atas kota-kota pelabuhan Jawa Barat lain yang semula termasuk Pajajaran.

Setelah ia kembali ke Cirebon, daerah kekuasaan diberikan kepada puranya Sultan Hasanuddin. Hasanuddin sendiri kawin dengan putri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1522. Ia meneruskan ayahnya meluaskan daerah islam ke Lampung, dan di sekitarnya Sumatera Selatan.

Pada tahun 1568 di saat kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Hasanuddin memerdekakan Banten. Itulah sebabnya oleh tradisi ia dianggap raja Islam pertama di Banten. Banten memang semula merupakan vassal dari Demak.

Hasanuddin wafat kira-kira tahun 1570 dan digantikan anaknya Yusuf. Sembilan tahun berkuasa, Yusuf menaklukan Pakuwan yang saat itu belum masuk islam. Kala itu, Pakuwan masih menguasai daerah pedalaman Jawa Barat. Sesudah Ibukota jatuh dan raja beserta keluarga menghilang, golongan bangsawan Sunda masuk islam.

Setelah Yusuf meninggal, tahun 1580 ia digantikan putranya Muhammad yang masih di bawah umur. Akhirnya kekuasaan di bawah pemerintahan jaksa agung beserta empat pembesar lainya. Raja Banten yang saleh ini melanjutkan penyebaran islam dan menaklukkan Palembang pada 1596. Ia wafat pada usia 25 tahun.

Ia meninggalkan anak usia 5 bulan Sultan Abdul Mafakhir Muhammad Abdulkadir.

Sebelum memegang kekuasaan ia masih berada di bawah 4 orang wali laki-laki dan seorang wali wanita. Ia baru aktif memegang kekuasaan tahun 1626 dan oada tahun 1638 mendapat gelar Sultan Makkah. Dialah raja Banten dengan gelar sultan pertama.

Pada tahun 1651 ia meninggal dan digantikan cucunya Sultan Abdulfath. Sultan ini yang beberapa kali melakukan perang melawan VOC yang berakhir dengan perjanjian damai tahun 1659 M.

-Sejarah Peradaban Islam-
Oleh Dr. Badri Yatim, M.A
loading...

Related Posts:

0 Response to "Kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa"

Post a Comment